DAMPAK ADANYA UNDANG UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAGI BERBAGAI ASPEK
PENDAHULUAN
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. UU ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Manfaat UU ITE
Beberapa manfaat dari UU. No 11 Tahun 2008 tentang (ITE), diantaranya:
- Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik.
- Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
- Sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi
- Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Dengan adanya UU ITE ini, maka:
- Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnyamendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkanmanfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadipenyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
- E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harusmemaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudahlayanan menggunakan ICT.
- Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia.
- Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensikreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
- Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
- Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
- Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE);
- Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE); dan
- Perbuatan yang dilarang (cybercrimes).
Beberapa cybercrimes yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
- Konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
- Akses ilegal (Pasal 30);
- Intersepsi ilegal (Pasal 31);
- Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
- Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
- Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Universitas Padjadjaran(Unpad) dan Universitas Indonesia(UI). Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di Institut Teknologi Bandung yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah, baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Alasan Pelaksaan UU ITE
Salah satu alasan pembuatan UU ITE adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Kemunculan UU ITE membuat beberapa perubahan yang signifikan, khususnya dalam dunia telekomunikasi, seperti:
- Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
- Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
PENGARUH UU ITE DI BIDANG EKONOMI
Dalam perekonomian negara, saat sekarang ini jarak dan waktu bukanlah sebagai masalah yang berarti untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Perekonomian suatu negara dapat dilihat dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di negara tersebut. Semakin tinggi perkembangan teknologi informasi maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Namun sekali lagi, perkembangan teknologi informasi khususnya mengenai informasi dan transaksi elektronik ini juga memiliki sisi negatif. Dimana masih banyak penyalahgunaan dalam melakukan kejahatan ataupun tindak kriminal. Dengan demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif dari kemajuan teknologi informasi dan transaksi elektronik dalam kehidupan manusia.
Dampak bagi Aspek Ekonomi antara lain:
- Pertumbuhan ekonomi yang meningkat
- Meningkatnya bisnis online yang memanfaatkan perkembangan informasi dan transaksi elektronik
- Semua kegiatan pengajuan harga, kontak kerja sama, penagihan berbasis elektronik dilindungi hukum. Semua kiriman email ke klien yang terdokumentasi bisa menjadi bahan pertimbangan hukum, bila suatu waktu terjadi masalah dalam proses kerja sama. Untuk kita yang kerjanya di ranah maya, tentu ini memiliki nilai positif.
- Jika kita melakukan transaksi perbankan (misalnya melalui Klik BCA) dan dirugikan karena (misalnya) ketekan tombol submit 2 kali, dan ini tidak diantisipasi oleh pengelola transaksi, maka kita berhak secara hukum menuntut pengelola transaksi tersebut. Tuntutan ini juga bisa berlaku untuk mereka yang menjadi merchant egold, PayPal, dsb.
Dengan adanya UU ITE, maka pelaku bisnis yang menggunakan informasi dan transaksi elektronik merasa terjamin keamanannya dari berbagai tindak kriminal. Serta kemudahan yang didapatkan dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan transaksi elektronik, sehingga kegiatan jual beli dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, tentunya hal tersebut sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi baik untuk masyarakan dari semua kalangan dan juga pemerintah sendiri.
Terbaru, Pemerintah sedang menggodok dasar hukum untuk perdagangan elektronis atau eCommerce. Meskipun bukan amanat UU ITE, tetapi ini merupakan amanat UU Perdagangan (pasal
66 ayat 4) dan mengacu kepada UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen.
PENGARUH UU ITE DI BIDANG SOSIAL
Di zaman Orde Baru jumlah media relatif sedikit karena sering mengalami pembredelan. Pemerintah melalui Mentri Penerangan melakukan seleksi secara ketat bagi media yang ada. Jika ada media yang berita-beritanya bermuatan provokatif untuk menentang penguasa, maka sudah jelas akan menyandang status pembredelan. Tetapi tidak dengan era reformasi sampai saat ini.
Pada saat ini, kita sudah hidup dalam era kebebasan yang di iringin dengan masuknya layanan internet yang menyediakan jejaring social sebagai wadah berkomunikasi dan menyampaikan informasi atau pendapat secara cepat dan mudah bagi semua kalangan masyarakat. Salah satu hal yang membuktikan datangnya era kebebasan adalah diberikannya kebebasan oleh pemerintah pada masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Menyampaikan pendapat di muka umum telah dikuatkan dalam Undang-Undang secara khusus untuk mengaturnya. Yaitu, UU no 9 tahun 1998. Setiap orang mempunyai hak menyampaikan pendapat. Baik secara lisan maupun tertulis walau kadangkala pendapat kita berbeda dari orang lain. Itu merupakan hal yang biasa. Apalagi, Indonesia sekarang memasuki masa reformasi seringkali ada demokrasi.
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban bertanggung jawab untuk: ‘Melindungi hak asasi manusia, Menghargai asas legilasi, Menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan Menyelenggarakan pengamanan. Aparatur pemerintah yaitu aparatur pemerintah yang menyelenggarakan pengamanan. Menyelenggarakan pengamanan yaitu segala daya upaya untuk menciptakan kondisi aman, tertib, dan damai. Termasuk pencegah timbulnya gangguan, baik fisik maupun psikis yang berasal dari manapun.
UU ITE dibuat dengan tujuan baik untuk melindungi masyarakat dari kejahatan digital. Sayangnya, UU ini kemudian banyak digunakan untuk hal-hal yang dikaitkan dengan pembungkaman atas kebebasan berekspresi. Padahal, kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam pasal 19, Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB yang dideklarasikan pada 10 Desember 1948.
“Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, dalam hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan”.
Kebebasan berpendapat dalam lingkungan sosial media bukan berarti tanpa batasan. Inilah fungsi kontrol yang harus dijalankan oleh pemerintah agar UU yang ada bisa memberikan batasan tanpa melanggar hak asasi manusia. UU ITE harus hadir untuk melindungi kepentingan publik, bukan menjadi alat untuk membungkam kreativitas dan kebebasan berekspresi. Untuk itu revisi terhadap undang-undang ini mendesak dilakukan untuk menunjukkan komitmen pemerintah terhadap demokrasi.
Dengan adanya UU ITE sudah sepatutnya masyarakat memahami hal apa saja yang tidak boleh ditulis dan dibagikan (share) melalui media sosial. Masyarakat juga harus bijak dalam menggunakan media sosial dengan berpikir ulang atas informasi apa yang ingin dibagikan ke orang lain yang nantinya akan dibagikan juga oleh orang lain tersebut.
PENGARUH UU ITE DI BIDANG HUKUM
Secara garis besar isi UU ITE terbagi menjadi 2 bagian yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Berbagai kejahatan dunia maya yang bisa disebut melanggar atau biasa disebut Cybercrime. Didalam dunia internet terdapat beberapa jenis Cybercrime yaitu diantaranya : ‘Unauthorized Access : merupakan kegiatan menyusup jaringan komputer tanpa seijin dan sepengetahuan pemilik, contohnya seperti Probing dan Port, Illegal Contents : adalah penyebaran informasi data yang tidak sopan dan menyalahi aturan (norma agama dan masyarakat), contohnya pornografi, Penyebaran Virus Secara Sengaja, contohnya melalui email ataumessage, Data Forgery, merupakan kejahatan dengan memalsukan data penting yang terdapat di internet, contohnya memalsukan data pada dokumen-dokumen penting, Cyber Espionege, merupakan kejahatan internet dengan memata-matai pihak lain dan bersifat merugikan, Sabotage and Extortion merupakan kejahatan dengan merusak data-data pada sistem komputer pihak lain, Cyberstalking, seperti mengganggu atau melecehkan pihak lain, Carding, misalnya pencurian nomor kartu kredit melalui internet, Hacking, misalnya merusak situs instansi tertentu, Cybersqutting dan Typosquatting, yaitu menggunakan domain mirip orang lain untuk kepentingan persaingan bisnis, Cyber Terorism, misalnya mengancam keamanan suaru negara melalui dunia maya.
Sebaik apapun UU ITE dibuat, tak akan berpengaruh tanpa adanya kesadaran hukum dari masyarakat. Masyarakat perlu bijak dalam menggunakan media sosial.
Berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sepanjang 2016 ada lebih dari 200 pelaporan ke polisi atas dasar tuduhan pencemaran nama baik, penodaan agama, dan ancaman, yang berbasiskan UU ITE. SAFENET juga mencatat munculnya 4 (empat) pola pemidanaan baru yaitu: aksi balas dendam, barter hukum, membungkam kritik dan terapi kejut yang sangat berbeda, jika tidak dapat disebut menyimpang dari tujuan awal ketika UU ITE dibentuk.
Lembaga lembaga di Indonesia yang menegakkan UU ITE diantaranya yaitu:
- Kementerian Komunikasi dan Informatika, berperan sebagai regulator, khususnya Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika yang memiliki 6 Direktorat, dan juga memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk menangani kasus kasus pidana ITE.
- Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Unit IV Cybercrime, Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Badan Reserse Kriminal
- ID-CERT - Indonesia Computer Emergency Response Team. ID-CERT didirikan sebagai komunitas pertama yang didirikan tahun 1998 untuk menangani insiden di internet. Didirikan oleh Budi Raharjo (Pakar IT dari ITB)
- ID-SIRTII/CC - Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordination Center. Lembaga yang dibangun beberapa komunitasTI Indonesia dan institusi negara untuk menangani ancaman infrastruktur internet. ID-SIRTII didirikan 2007 dibawah Ditjen Postel (pada awalnya) dan mengoordinir para komunitas CERT yang ada di Indonesia. ID-SIRTII memiliki wewenang memonitor log traffic internet, dan mengasistensi lembaga penegak hukum lainnya, penelitian pengembangan serta pelatihan
- Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) - Komunitas yang diberikan hak mengelola domain.id
Beberapa contoh manfaat UU ITE yang berkaitan dengan hukum, antara lain:
- Bila ada perusahaan yang mendaftarkan nama domain dengan maksud menjelekkan produk/merk/nama tertentu, perusahaan tersebut bisa dituntut untuk membatalkan nama domain. Makanya, kalau ada yang membuat nama domain pitrajelek.com atau pitrabusuk.com, berhati-hatilah.
- Semua yang tertulis dalam sebuah blog menjadi resmi hak cipta penulisnya dan dilindungi hak kekayaan intelektualnya. Makanya, berhati-hatilah menulis dalam blog, karena tulisan negatif yang merugikan pihak lain, juga ikut resmi menjadi hak cipta penulisnya, dan itu bisa dituntut oleh pihak yang dirugikan.
- Bila ada yang melakukan transaksi kartu kredit tanpa sepengetahuan pemilik kartu (alias carding), secara jelas bisa dituntut melalui hukum.
- Hati-hati yang suka nge-hack situs untuk mendapatkan database situs tersebut. Apalagi dengan tujuan menggunakannya untuk transaksi ilegal, misal: menjual alamat email tanpa sepengetahuan pemilik email. Hal ini juga berlaku untuk para pemilik situs yang harus menjamin kerahasiaan anggotanya, dan tidak menjual database tersebut ke pihak lain. Ini juga termasuk kasus jual-menjual database pengguna telepon genggam ke bank untuk penawaran kartu kredit.
PENGARUH UU ITE DI BIDANG BUDAYA
Persoalan dampak UU ITE terhadap budaya, agama, dan ilmu pengetahuan. Problem peradaban dunia saat ini bermuara pada tiga hal yaitu, konflik antara budaya, agama, dan pengetahuan. Pertikaian antara ketiga poros ini telah membentuk peradaban manusia yang sampai saat ini tidak pernah terselesaikan. Manusia hidup dalam kondisi simbolik dan hiperbolisme, terkekang dalam hiperbolisme. Sejak dulu ungkapan-ungkapan penistaan, penghinaan tidak lepas dari pertentangan dan perdebatan antara tiga poros itu, berbagai pertentangan kerap terjadi sepanjang sejarahnya. Terkait dengan UU ITE, menurut Radar, di era modern, terutama sejak 2012, PBB mencatat bahwa sekitar 33 negara masih menggunakan UU tentang penghujatan dan penghinaan, 22 negara masih menggunakan UU “highspace” dan pada tahun 2014, negara-negara seperti Yunani, Jerman, Italia, India, Rusia dan AS masih menggunakan UU ITE. Meski sejumlah negara sudah menerapkan UU tersebut, namun di Indonesia tidak semua pasal dapat diimplementasikan. karena UU yang ada walaupun sudah diatur PBB tidak berlaku universal, dan ini menjadi perdebatan panjang. Sebenarnya kebebasan ekspresi tidak ada yang mutlak dan pada titik tertentu ada batasnya. Batas itu, dalam konteks Indonesia terletak dalam visi memelihara harmoni, yaitu satu tatanan hubungan sosial masyarakat dan kebudayaan yang menciptakan kebersamaan dan merupakan inti dari masyarakat kita yang diikat oleh kebersamaan. Sebagai sebuah negara, kita harus mempunyai kearifan dan tidak boleh mementingkan kepentingan individual dan kelompok tertentu, terutama dengan adanya media sosial. Sejak dahulu, kebudayaan berlangsung melalui kesepakatan dan konsensus hingga tercipta keharmonisan yang disepakati bersama baik dalam moralitas, etika maupun estetika. Dengan demikian kita sampai pada suatu tatanan sebagai sebuah bangsa besar. Kebebasan berekspresi akan berakhir dengan hancurnya otoritas hukum sehinga tidak ada kepercayaan rakyat kepada pemerintah, bahkan rakyat mulai berani menghina pemimpinnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita tidak terjebak dalam hiperbolisme yang sempit, perjuangan sesungguhnya adalah melawan kekuatan-kekuatan besar yang justru menghalangi demokrasi dan kebebasan berekspresi.
PENGARUH UU ITE DI BIDANG POLITIK
Politik dunia saat ini mendorong media massa maupun pers untuk bersopan santun, namun hal itu menjadi sebuah dilema dan persoalan bagi dunia pers dan pengguna media sosial. Saat ini tercatat banyak aktivis yang tersandung UU ITE, bahkan, di Jakarta sekitar 50 orang aktivis dikriminalkan. Seharusnya UU ITE bisa menghasilkan “humanity” baru, bukan malah yang mensensor humanity, karena budaya cyberspace yang berkembang saat ini membutuhkan masyarakat yang lebih demokratis.
Saat ini ekspresi publik semakin terkekang di saat ada perluasan cyberspace. Kebebasan berekspresi bukan berarti tanpa batas, bahkan sebenarnya bisa dibatasi. Pembatasan-pembatasan dilakukan dalam beberapa sektor, baik itu dalam masalah keamanan dan kenegaraan. Di era digital media internet adalah media baru berdemokrasi, sehingga semestinya pemerintah tidak bisa secara berlebihan membatasi peran publik di media sosial. Di negara-negara maju, UU terkait ITE justru mendapat penolakan kuat dari masyarakat, seperti di AS dan Eropa. Namun pemerintah di negara-negara berkembang justru menciptakan banyak aturan yang mengakibatkan pengekangan terhadap aktivis di media sosial. Realitasnya, dengan adanya ancaman yang begitu tinggi, UU ITE dianggap sebagai instrumen represif yang digunakan berbagai pihak untuk memenjarakan orang, paling tidak menangkap orang. Trend penangkapan orang akibat UU ITE dari tahun ke tahun semakin meningkat. Wahyudi menganggap bahwa ketika ada RUU ITE, demokrasi justru mengalami kemunduran dan gelap gulita. Para penegak hukum di Indonesia tanpa pembuktian dahulu menentukan bahwa orang yang tersandung UU ITE adalah bersalah dan layak dipidanakan, tanpa memilah dan memilih unsur pasal mana yang masuk dalam kategori penghinaan, karena pasal 27 ayat 3 masih umum dan multi tafsir. Pada akhirnya, UU ITE hanya akan menjadi instrumen sebagian sekelompok dalam rangka membalas dendam dan memberangus kebebasan berekspresi masyarakat.
Dampak UU ITE terhadap gerakan buruh, UU ITE yang berlaku saat ini tidak memberikan perlindungan terhadap setiap individu dalam berekspresi. Kasus-kasus yang terjadi di media sosial menunjukkan bahwa buruh kerap menjadi sasaran korban ketidakadilan hukum. Dari sini tampak bahwa perlindungan terhadap buruh masih lemah. Dampak dari UU ITE terhadap buruh adalah semakin minimnya kelompok buruh yang dapat mengakses media sosial, serta pengurangan upah buruh. Dengan kata lain, buruh pabrik dijauhkan dari teknologi informasi dan dilarang kritis sehingga muncul ketakutan dari para buruh.
source: